Selasa, 23 September 2014

cerpen siswa/i SMAN Unggul Aceh Timur 2011

Senja Ku Berakhir di Batas Janji

Deringan jam berbunyi dari arah jam waker munggil ku yang menandakan waktunya aku bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.
            “Taaraaa…….” Mama memanggil
oiya, perkenalkan nama ku Tara, nama panjang ku Ulya Tara, tapi setiap ada yang memanggilku Ulya, bersiap lah jurus karate akan ku keluarkan, karna Ulya itu salah satu nama orang gila yang ada lingkungan tempat tinggalku. Yaah…. Itulah aku, yang kata teman-reman aku si cewek tomboy.
            “Taraa, cepet dong, nanti kamu telat lagi ke sekolah” teriak mama kembali lagi pada ku.
            “Iya maa… bentar-bentar, lagi ikat tali sepatu nii” jawab ku yang sebenarnya masih berada di ranjang dengan rambut yang masih berantakan.
@@@
Lima belas menit kemudian, barulah siap ku memakai seragam sekolah dan bergegas turun ke dapur untuk sarapan.
“Pagi ma…” Ucapku sambil mengecup pipi mama yang juga telah siap-siap dari tadi untuk ke kantor.
“Pagi sayang, kok ikat tali sepatunya lama banget sih nak?”  Tanya mama menyindir ku.
“Hehe….” Cengenges ku sambil berlari setelah merampok makanan yang ada di meja makan.
@@@
Setiba di Sekolah.
“Hay semua…..” sapa ku pada sahabat-sahabat kelas ku.
Aku bersekolah di SMAN NUSA BANGSA JAKARTA TIMUR. Sekarang aku masih berada di kelas 1A. senangnya aku berada di sekolah ku ini, banyak teman-teman yang bermacam-macam kriteria ada disini. 
“Hay Ra…” balas seorang cowok yang kemudian mendekati ku yang belum sempat duduk.
Dia adalah anak pindahan yang baru menetap di kelas kami. Namanya Ikal Fahlevi putra. Dia berasal dari Bali. Dia pindah ke Jakarta karena ayahnya yang berpindah tugas di sini.
“Ra, ni ada kue untuk kamu, yaah…. Maaf lah kalo sederhana, anggap aja ni tanda pertemanan kita, kan aku baru seminggu disini dan kebetulan jugak, kita kan belum pernah bicara, habisnya sih kamu cuek banget sama akunya” ucap si cowok itu
“Jadi?” tanyaku singkat.
“Jadi, kamu mau kan jadi temen dekat aku” jawabnya sambil berharap.
“Kalo temen dekat sih gatau yaa, tapi kalo temeenn……aku usahain jugak lah” ucapku cuek.
“Jadi selama ini sebagai temen pun aku ga kamu anggap?” Tanya nya dengan wajah keheranan.
“Biasa aja lah nanyaknya, kalo iya emang napa? Terserah aku donk. Ahh udah lah ga penting bicara dengan kamu, yang ada makin nambah kaki aku pegel aja, ga nyadar apa kamu dari tadi kita berdiri lama cem anak longor”.  caci ku cuek sambil meninggalkannya yang juga bel masuk pun berbunyi.
@@@@
Bel pulang akhirnya tiba. Tanpa menunggu siapapun aku langsung mencari angkutan umum untuk langsung menuju ke rumah.
@@@
Setiba di rumah.
“Ini kepala rumah tangga yang baik kau bilang?” bentak mama
“PLAAKK…. Apa urusan kau? Ini hidop aku, Semua kebutuhan keluarga ini udah aku penuhi termasuk kebutuhan anak-anak dan juga kebutuhan kau, apa lagi yang kurang cobak? Gatau diri kali kau jadi istri” caci ayah sambil menampar wajah mama.
            Saat itu diri ini yang tadinya ingin masuk dalam rumah pun tertahan dan diri ini hanya bisa menahan tanggis di balik pintu luar. Namun, untuk apa semua ini ku tangisi jika semua ini hanya sia-sia.
Yaah…hanya nyanyian itulah yang sering aku dengar dari dalam istana ini yang bagaikan neraka bagiku.

Menurut ku, bukanlah salah abang-abang ku yang menjadi liar di luar sana karena kurangnya perhatian dari ayah dan mama yang sibuk dengan karirnya masing-masing dan juga ditambah lagi dengan kemesraan mereka yang palsu di depan kami, anak-anak mereka. Apalah daya kami saat ini atas segala kekerasan dan keegoisan yang dimiliki oleh kedua orang tua kami itu.
@@@
Keesokan harinya, aku telat pergi ke sekolah karena tidak ada yang membangunkan ku bahkan jam weker mungil ku itu pun sama sekali tidak bernyanyi seperti biasanya, maklumlah aku lupa membelikannya baterai.
Setiba di sekolah, aku pun langsung di kejutkan oleh seorang cowok yang menyebalkan di depan pintu kelas, rupanya dia sudah lama mempersiapkan kejutan itu untuk ku, entah apalah mau si cowok itu pada ku.
“Hey Ra” tegurnya sambil tertawa kecil melihat ku terkejut karenanya.
“Heh.. apaan sih, bikin aku kaget aja, gadak kerjaan kali kok?” tegas ku dengan muka yang masam.
“Heyheyhey….. marah? Maaf deh Ra kalo kamu marah. Abisnya sih kamu cuek banget sama aku, aku kan juga mau temenan sama kamu. Oh iya… ni aku bawain kue kesukaan kamu” ucapnya sambil menyodorkan kue blackforest yang memang kesukaanku.
“Kal, apa sih mau kamu? setiap hari kamu kasi aku kue, kamu pikir aku ini apa? Kalo mau temenan bukan gini caranya Kal” ucapku dengan nada pelan tapi kesal.
“Aku mau no hp kamu dan tujuan aku ngasi kamu kue, biar harapan aku tercapai yaitu aku pengen kamu selalu senyum jangan cemberut aja mukaknya jelek tau” jelasnya yang membuat jantungku berdegup kencang tak menentu.
“Yaudah… tapi kan kamu bisa minta sama temen-temen yang lain nomor aku, ga mesti langsung ke aku kan Kal?” jelasku keheranan.
“Aku gamau minta sama temen-temen yang lain, aku mau mintanya sama kamu langsung  biar sah dan itu tandanya kita udah jadi temen, hehehe….” Ucapnya sambil cengengesan.
“Huuh…. Sini lah Hp kamu” pintaku yang kemudian memberikan no hp ku padanya.
“YEESSS……… akhirnya, eittsss…… senyum dulu donk, PLEASE……” pintanya memaksa ku yang dari tadi memasang muka sinis padanya.
“Eemmm” senyum ku sinis.
@@@
Malamnya di rumah, saat ku  bersiap-siap untuk tidur, tiba-tiba hp ku berdering, saat itu aku binggung harus mengangkatnya atau tidak.
“Siapa lu ni malam-malam nelfon? Angkat ga yaa… kalo angkat nanti ketauan mama, tapi kalo ga angkaaat…… ahh ga aja lah” ucap ku sambil meriject panggilan dari seorang itu.




Tak lama kemudian sms pun masuk.
hy Ra, ni aku IKAL.. kok di matiin?
Mf yaa klo buat kmu ganggu,
aku Cma mw mastiin ja
kmu bhong apa ga ma aku :D
Yaudalaa ga usah di blas gy
aku uda ykin kok kmu tu Tara
dah lu yaa Ra J
gd nght J hv a nc drm yach J
besok jangan lupa senyum tu
Ternyata dari si cowok itu. entah mengapa dari smsnya barusan seperti membawa ku lebih dekat dengannya, apalah gerangan itu aku pun masih belum tau jelas rahasia apa yang tersimpan di balik cerita ini.
@@@@
Hari demi hari telah ku lewati hingga sampailah pada jangka waktu setahun. Yaah… sudah setahun lamanya aku melewati ini semua tanpa adanya perubahan dalam hidupku. Ayah dan mama masih bertengkar, abang-abang ku masih berkeliaran malam. Tapi, ada satu perubahan yang membuatku merasa bagai akulah pemilik segalanya, “IKAL” cowok nyebelin itu yang membuat ku seperti ini, aku dan ikal telah menjalin hubungan selama 2 bulan, dia menembak ku saat libur panjang kenaikan kelas. Saat itu aku menerimanya dengan perasaan yang sangat jenuh melihat ayah dan mama yang selalu bertengkar dan saat itulah hanya dia yang menjadi penghibur dan penyemangat ku walau dulu hati ku tak ada rasa sedikit pun padanya saat dia menembakku. Namun, saat ini perasaan ku kepadanya sangat jauh berbeda, semakin lama aku semakin merasa dialah keabadianku dan dialah tempat kedamaian ku.
@@@@
Keesokan harinya, saat pulang sekolah, aku dan Ikal sudah janjian untuk pulang bersama.
“Ra, bentar yaa aku ambil motor ku dulu di parkiran” ucap Ikal yang kemudian meninggalkan ku.
“Cepet yaa kal” jawabku bawel.
Saat itu, cuaca sangat panas, teriknya matahari membuat ku berteduh di suatu pohon yang berada di samping lapangan basket sambil menunggu Ikal mengambil motornya. Sesaat kemudian Ikal datang bersama motornya.

“Yuk” ajak Ikal padaku
“Lama banget kok kal” ucapku sambil berjalan ke arahnya.
“Iyaiya maaf tadi aku kecarian kunci eitss rupanya di kantong baju aku hehehe maaf yaa say” ucap Ikal pada ku
“Eh kal, coba deh liat, itu ayah aku” ucapku yang dari tadi memperhatikan seseorang yang berada di depan gerbang sekolah.
“Eh iya Ra, kayaknya ayah kamu mau jemput kamu tu Ra” kata Ikal memberitahu.
“Pastinya lah Kal, kok tumben yaa? Ahh udahlaa…. Aku tempat ayah aku yaa kal, maaf banget kal aku ga bisa pulang bareng kamu hari ini, maaf yaa kal” ucap ku meminta maaf pada Ikal yang sudah membatalkan janji untuk pulang bersama.
“Iyaa Raa…. Ga papa kok Ra, kan besok masih bisa, nyantai aja deh kamu, aku ga apa-apa kok, kamu tenang aja yaa”ucapnya sambil mengelus-elus kepala ku.
“Oke kal, hati-hati yaa di jalan, bye” jawab ku yang kemudian berlari menuju gerbang.
Tak berapa lama, aku yang dari tadi berada di dalam mobil dan duduk di samping ayah hanya diam, tak ada terbesit sepatah kata pun antara aku dan ayah. Beberapa menit kemudian,
“Kira-kira dimana yaa tempat makan siang yang enak ya nak?” Tanya ayah padaku yang memuncahkan keheningan kami dari tadi.
“Emm terserah ayah aja lah, aku ikut ayah aja” jawab ku
“Oke lah, kalo gitu ayah mau bawa kamu tempat makan favorit ayah dulu, mau?” ucap ayah.
“Oke yah” balas ku.
@@@@
Setiba di rumah makan, aku dan ayah langsung masuk dan mencari tempat duduk, ayah menarik ku pada tempat duduk yang bernomor 19.
“ Oke Ra, mau makan apa?” Tanya ayah langsung menawarkan.
“Eemmm” fikir ku bimbang.
“Oke kalo gitu, martabak mesirnya 2 dan teh dinginnya jugak 2  yaa” pinta ayah pada pelayan tanpa menunggu ku menjawab menu apa yang akan aku pinta.
“Lho.. kok martabak mesir dan teh dingin sih yah?” ucapku jengkel.
“Dulu, saat ayah dan mama mu masih muda, dan gaji ayah pun masih pas-pasan, kami sering banget pergi makan di sini, dan menu favorit kami pun tak lain dan tak bukan yaa martabak mesir dan teh dingin” ucap ayah menjelaskan.
“Jadi, kanapa sekarang enggak?” Tanya ku.
“Banyak faktor yang membuat kami semakin lama semakin menjauh, ayah sadar kurangnya perhatian yang ayah berikan pada kalian semua. Tapi, ayah ga habis fikir dengan kesibukan mama mu di luar sana, hal itu lah yang sering membuat kami selisih faham, ayah meminta mama mu berhenti menjadi wanita karir, tapi bagi mama mu, pekerjaan segalanya dalam hidupnya karena menjadi wanita karir adalah impiannya sejak kecil. Sekarang ayah sadar, kalo apa yang ayah lakuin selama ini salah, maafin ayah yaa Ra, ayah janji akan menyempatkan waktu luang untuk kalian semua. Ayah janji Ra, ayah janji” jelas ayah pada ku yang membuat air mata ini tak sanggup lagi ku tahan.
“Iya yah, tara ngerti kok, biar gimana pun, mama dan ayah adalah orang tua tara dan yang lainnya. Tara senang ayah mau berubah, tapi 1 hal yang pengen kami  minta sama ayah dan mama” pintaku.
“Apa pun itu, selagi ayah mampu, katakan nak” ucap ayah sambil menggenggam tangan ku.
“Kami mau ayah dan mama akur ga bertengkar lagi, ayah tau Gimana sakitnya kami semua setiap ngeliat kalian selalu bertengkar? Karena kalian bang ukan dan bang ula ga pernah betah di rumah dan karena selalu mikirin kalian jugak, pikiran Tara penuh yah, Tara selalu mikirin kapan keluarga kita kembali utuh? Kapan ayah dan mama ada waktu sedikit aja untuk tara? Sampek-sampek rangking Tara pun selalu rendah di kelas yah, Tara ga sanggup kalo terus-menerus kayak gini yah, karna itu, tolong! Perbaiki semuanya yah. Tara sayang ayah” ucap ku sambil menangis di atas bahu ayah.
“Maafin ayah nak, ayah janji, ayah akan perbaiki semuanya dari awal, ayah juga sayang Tara dan lainnya” jawab ayah yang juga tak sanggup menahan air matanya.
@@@@
Semenjak saat itu, ayah selalu berusaha untuk menempati janjinya itu, sekarang ayah menjadi lebih sabar dalam menghadapi mama yang masih sibuk dengan kesibukan kantornya dan lebih banyak menyempatkan waktu berlibur untuk kami anak-anaknya.
@@@@
Setahun kemudian, aku telah menginjak kelas 3 SMA. tahun ini, banyak perubahan dalam kehidupan ku. Kini, ayah dan mama telah akur, abang-abang ku kini mereka lebih fokus pada kuliah mereka masing-masing dari pada menjadi anak liar di tengah kota yang tidak jelas dan kini pun, nilai ku selalu di atas rata-rata. Sungguh, ini baru hidup ku.
Masalah hubungan aku dan Ikal, sampai sekarang baik-baik saja. Bahkan, semakin lama kami telah mengenal karakter masing-masing dan kasih sayang ini semakin besar antara aku dan Ikal. Kini hubungan kami telah menginjak setahun sepuluh bulan. 2 bulan lagi, hubungan kami akan berjalan 2 tahun. Bisa di bilang hubungan yang lama. Sampai sekarang dan sampai detik ini, Ikal tak pernah membuat ku merasa jenuh dalam hubungan kami ini, bahkan dia selalu memberikan senyuman manisnya itu pada ku yang sampai sekarang tak pernah bisa mengerti akan perasaan batin apa yang sedang menghujaninya. Kesabaran dia, perhatian dia, kesetiaan dia, karena itulah perasaan ini enggan untuk kehilangannya. Dia terlalu baik untukku, kadang aku merasa tak pantas menjadi seorang yang ia sayangi. “Ra, aku sayang kamu, aku janji gakan tinggalin kamu sekali pun kamu nyakitin akuJ” kata-kata itu lah yang sering dia ucapkan setiap kali aku mau tidur. Namun sayang, tak pernah aku membalas sayangnya itu padanya. Bukan maksud aku ragu atau pun ingin menyakiti perasaan dia, tapi aku takut Ikal akan kecewa nantinya pada ku. Selalu perasaan takut yang menghantui ku setiap aku ingin membalas sms nya itu. Mungkin hanya kata maaf yang terpendam dalam hati yang mampu ku persembahkan pada dia orang yang aku sayang.
@@@@
1 bulan kemudian
“Huuh….. untung ni malam minggu, jadi aku bebas deh besok bangun jam berapa hahahaay” ucap ku dalam hati.
Malam minggu ini, aku dan keluarga yang biasanya jalan-jalan malam, kini kami terpaksa menetap di rumah saja karena pekerjaan ayah yang memang tak bisa di ganggu gugat lagi. Karena itu lah, malam minggu ini aku hanya menetap di kamar kesayangan ku. Sesaat kemudian,

 “1 pesan di terima”
Tanpa ragu aku pun langsung membuka sms itu.
Ikal : Hy Raa J
Ternyata Ikal, “Ahh…. Kal, aku lagi males smsan ni, maap yaa kal, maap jugak aku ga bales sms kamu, I miss u” ucapku dalam hati sambil mencampakkan hp jauh-jauh dari ku.
Malam itu, entah mengapa diri ini enggan rasanya untuk membalas sms dari siapa pun temasuk Ikal. Sudah 5 kali berturut-turut Ikal sms aku dengan isi yang sama dan rasanya diri ini masi enggan untuk membalas sms-sms darinya.  Sampai-sampai aku pun langsung menjauhkan hp dari ku.
@@@@
Senin pagi.
“Hay Ra” tegur Riko salah seorang teman dekat Ikal.
“Hay Rik, Ikal mana? Biasa bareng kamu?” Tanya ku ingin tahu.
“Jadi kamu gatau apa-apa Ra?” Tanya Riko kaget.
“Tau apa? Ikal sakit? Dia kenapa? Cepet donk jawab Rik, jangan bikin aku penasaran dong Rik” ucap ku penasaran.
“Emmm gimana yaa Ra, kita ke kantin aja yuk, ga enak cerita disini.” Ucap Riko sambil menarik tangan ku ke kantin.
Sesampainya di kantin.
“Ayo Rik, kamu nunggu apa lagi? Cerita dong” ucapku makin penasaran.
“Emm….. Ikal Ra, Ikal….” Jawab Riko gugup.
“Iya.. Ikal kenapa Rik? Ada apa dengan Ikal? Kamu jangan bikin aku takut gini deh Rik” ucap ku geram.
“Ikal, udah pergi ke luar negeri” ucapnya singkat.
“Whaat? Yang bener aja kamu? Kok dia ga bilang-bilang sih sama aku?  Emang ngapain dia kesana Rik?” Tanya ku ingin tahu.
“Yaah….. aku ga boong kok Ra, dia ke sana karna dia mengidap penyakit Ra, Ikal mengidap kangker otak dan udah stadium 3 Ra” ucap riko
Saat itu, tubuh ini hanya bisa terpaku bagaikan kelumpuhan yang menggangguku, aku bagaikan kehilangan keabadian seorang itu, dan saat itu air mata ini tak sanggup untuk ku bendungnya.
“Mungkin dia gamau bilang karena dia takut buat kamu kepikiran Cuma gara-gara dia, Ikal pernah pesan sama aku, dia bilang tolong jangan kasi tau kamu tentang penyakit dia ini sebelum dia pergi berobat. Jujur! Ikal sayang banget sama kamu, karena itu dia gamau bilang-bilang penyakitnya ini, dia takut kehilangan kamu, karena kamu juga, dia seperti mendapatkan sebuah kebahagiaan yang di berikan oleh Tuhan melalui kamu Ra” jelas riko dalam tanggisannya.
“Tuhan……… mengapa bukan aku saja yang kau berikan penyakit itu, kenapa harus dia orang yang ku sayang Tuhan? Tuhan, aku mohon dengan sangat pada-Mu biarkan lah dia menikmati kebahagiaannya itu Tuhan. Dia seorang yang aku sayang, dan dia juga seorang yang baik Tuhan. Setega itu Kau merusak kebahagiaannya Tuhan? Tuhan…berikanlah kekuatan padanya yang berada jauh di sana” ucapku yang beriring dengan tangisan yang deras.
“Udah Ra, udah…. Kamu tenang yaa, kita disini Cuma bisa berdoa agar Ikal mendapatkan yang terbaik disana. Amiiin”. Ucap riko menenangkan ku.
@@@@
Hari berganti hari, minggu pun ikut berganti berdasarkan waktu. Tak di sangka, semua berjalan seburuk ini. Tak ku sangka, waktu yang ku jalani tanpa mu di sisi ku, membuat senyum ini selalu berubah menjadi tanggis. Dia yang ku sayang kini dalam kesakitan, dia yang ku sayang kini tengah meminta pertolongan diluar sana. Tak bisa ku bayangkan apa kabarnya Ikal sekarang? Apalah arti diri ku ini?  
Kini, tak ada lagi yang mengucapkan selamat malam setiap ku ingin tidur. Tak ada lagi kata sayang atau pun janji setianya untukku. Padahal besok adalah hari jadian aku dan Ikal yang genap sudah 2 tahun. Namun, semua ku jalani tanpanya walau pahit terasa, tapi ku harus tetap yakin, dia baik-baik saja disana walau secuil kabar tentangnya pun tak pernah lagi ku dengar.
@@@@
Keesokan harinya,
“Taraa…. Bangun nak” mama membangunkan ku.
“Ada apa ma? Ini hari libur lho ma bukan hari sekolah” ucapku sambil tidur kembali.
“Iya, mama tau kok, tu ada temen kamu di depan” kata mama memberitahu.
“Siapa ma pagi-pagi gini udah datang?” Tanya ku penasaran.
“Mama gatau, ah udah cepet kamu cuci muka terus temuin tu kawan kamu, jangan lama-lama tu, sayang kawan kamu nunggu lama” tegas mama.
Aku pun langsung bergegas mencuci muka dan menemui  seorang teman itu.
“Riko? Ada apa ki pagi-pagi gini kamu datang?” tanyaku penasaran.
“Ra, Ikal Ra…. Ikal…..” jawab Riko dengan nada seperti menahan tanggis.
“Ikal? Ikal kanapa Rik? Cepet ki” Tanya ku khawatir.
“Ikal udah….udah…..” ucap Riko tersenggang-senggang.
“Ikal udah pulang Rik?” Tanya ku gembiranya luar biasa.
“Iya Ikal…..Ikal udah pulang, tapi….tapi….” ucap riko dengan nada yang sama.
“tapi apa rik? Tapi Ikal udah sembuh? Iya? Yaudah dari pada buang-buang waktu ga jelas kayak gini, yuk kita ke rumah Ikal aja yuk, aku ga sabaran lagi pengen ketemu sama dia, iiiiii……….. kangen kali lah sama Ikal ku hahahay….. yuk Rik” ucap ku yang langsung menarik tangan R\iko untuk pergi ke rumah Ikal.
Sepanjang perjalanan ku ke rumah Ikal, fikiran ku di penuhi dengan rasa penasaran dengan keadaanya sekarang. Sungguh, betapa bahagianya aku, rasanya ingin segera bertemu dan memeluknya.
 Setiba di rumahnya, aku melihat bendera merah yang diikat dipagar depannya dan halayak orang ramai berkunjung di dalam maupun luar rumahnya. Sebenarnya apa yang terjadi? Pelan…..pelan…. ku masuk ke halaman terasnya dan karena penasaran, aku pun bertanya pada salah seorang disana.
“Maaf pak, numpang nanyak, siapa yaa yang meninggal?” Tanya ku penasaran.
“Yang meninggal putra dari pak Drs.fahlevi yang namanya Ikal Fahlevi Putra yang udah mengidap penyakit kangker otak stadium 4, adek ini siapanya ya?” ucap salah seorang disana.
“IKAL? Innalillahiwainnaillahiraji’un” ucap ku histeris.
Lemah, tak percaya, ini tak mungkin. Semuanya yang ada dalam diri ku bagaikan terhanyut dalamnya sebuah keabadian. Saat itu dengan deraian air mata, tertatih sedikit demi sedikit ku masuk menyusuri halayak ramai yang tengah membacakan lantunan Yasin untuk seorang insan yang sangat ku sayang kini telah tak bernyawa. Berlahan-lahan ku dekati tubuh tak berdaya itu, ku tatap wajahnya untuk yang terakhir kalinya, walau sebuah nyawa telah tiada, namun senyuman itu masih tetap terpancar dari raut wajahnya.
Saat itu, tubuh ini serasa gemetar. Aku tak tahan dengan semua ini. Dan aku bagaikan berada dalam kegelapan. Namun dalam kegelapan itu, aku melihat sebuah cahaya yang sangat terang. Aku pun langsung menyusuri seberkah cahaya itu. namun, saat ku telah berada dekat dari cahaya itu, aku melihat Ikal dengan senyum manisnya itu, dia berada dalam cahaya terang itu. Saat ku menyusuri seberkah cahaya itu, aku terbangun. Ternyata aku pingsan saat melihat jenazah Ikal di kebumikan.
“Eh Ra, udah bangun? Sini minum dikit tehnya biar enakan dikit badan kamu”  sambut riko saat menyadari aku terbangun dari pingsan.
“Ki, ini mimpi kan? Ikal mana?” Tanya ku tak percaya.
“Ra, ga baek kalo kamu begini terus-menerus . Ga baek tau, mungkin inilah jalan terbaik dari Tuhan untuk Ikal. Dia udah tenang di alam sana, jangan lagi kamu tanggisi dia, yang ada dia sakit disana.” Ucap Riko menenangkan ku.
“Iya, maaf… tapi kenapa dia harus pergi saat hari jadian kami yang udah genap 2 tahun? Dia tega sama aku, kenapa dia yang aku sayang malah pergi gitu aja tanpa pamit sepatah kata pun untuk aku yang sangat merindunya.”
“Yaudah lah. Eemmm Ra, ni ada titipan surat dari mamanya Ikal untuk kamu”ucap Riko sambil mennyodorkan amplop berwarna abu-abu pada ku.


@@@@



Malam yang ku lalui tanpa kiriman sms darinya lagi, membuat ku merasa merindu. Rindu akan perhatiannya, rindu akan senyum manisnya, rindu akan kasih sayang yang tulus dia berikan pada ku dan rindu akan janji-janji setianya itu pada ku. Namun sayang samua telah berlalu.
Duduk termenung sambil menggenggam hp dengan harapan sebuah pesan masuk datang dari yang namanya “Ikal Say*” namun lama ku menunggu, tiba-tiba mata ini menuju ke arah sebuah meja belajar yang diatasnya ada sebuah surat berwarna abu-abu. Langsung ku menuju meja belajar dan membuka segera isi amplop tersebut.
    
Dear my love
                Sebelumnya, hanya kata maaf yang bisa ku tuturkan melewati tulisan tangan ku ini, maaf ! karena aku tak memberitahu mu masalah penyakit yang telah lama ku derita sebelum aku mengenalmu. Aku menyayangi mu Tara, oleh karena itu, aku takut hanya karena penyakit ku ini, aku akan kehilangan kamu. Aku tak sanggup untuk itu. Dan aku takut. Aku tak bisa lagi melihat senyum manismu itu untukku. Karena, kesenanganmu adalah senyuman bagi ku. Gembiramu itu suatu perasaanku yang tiada terkira. Sayang, untuk sekarang dan selanjutnya, senyuman itu tak bisa ku temukan lagi.
                Tara, aku akan pergi, memang ini bukan mau ku, tapi apa salahnya aku melawan pengkhianatan penyakit ini pada diri ku. Aku kalah dengan penyakit ini. 
                Tara, “aku sayang kamu” hanya ungkapan itu yang mampu ku torehkan di atas lembaran putih ini yang sekarang telah berada dalam genggamanmu.
                Maaf dan terima kasih telah menjadi penyemangat hidupku. Jangan menangis, aku akan tetap ada untuk mu Tara. Takkan ku lupakan janji setia ku bersama mu. Suatu saat nanti kau kan menemukan kesenjaan janjimu.
                Percayalah, tanpa aku senyuman itu kan tetap tersirat dari raut wajah manis itu. Selamat tinggal sayang, tutuplah kenangan ku bersama senyum indah mu.

      Salam sayang

(Ikal Fahlevi Putra)
@@@@
mungkin itulah surat terakhir dia untukku, senja ku kini berganti malam. Namun takkan ku biarkan malam itu terus menetap, kan ku ganti senjaku bersama cerahnya sinar matahari pagi. “IKAL FAHLEVI PUTRA” nama itu kan tetap tersirat dalam sebuah kenangan terindah ku.



“Selamat jalan senja senyuman ku, kan kunanti kapan batas janji itu datang pada ku, kini tak kan ku siakan lagi jika suatu saat janji senja mu akan datang membawa kehidupan baru untukku”


TERIMA KASIH
















Riwayat Penulis

Nama                                     : Maula Salsabila
Tempat / tanggal lahir           : Langsa / 28 februari 1996
Alamat                                   : Langsa, P.B.Teungoh,
   Jalan P.Hamzah
Riwayat Pendidikan :
                        TK : Al-Azhar Langsa
                        SD : Min Paya Bujok Kota Langsa
                        SMP : Mts. Ulumul Qur’an Yayasan Dayah    Bustanul Ulum Langsa
                        SMA : Sman Unggul Aceh Timur
Hobi                                        : Membaca dan membuat kata-kata penyemangat
Cita-cita                                  : menjadi psikolog terkenal
Email                                       : Smaula@ymail.com




 

Sabtu, 09 November 2013

cerpen siswi



Namanya di Sela Jarinya
karya: Radhia Humaira (XII IPS GG)
Semua akan berlalu dan pergi tak terkecuali waktu dan diri, begitulah kira-kira kesadaran diri yang dimiliki oleh Dia. Suatu karunia Tuhan yang menakdirkan baginya kelebihan. Pengertian yang ia alami sungguh besar untuk kesosialannya. Hari ini tepat 27 February 2013, dia kembali berusaha melestarikan kebudayaan lingkungannya, mencoba kompak. Sementara hawa di sekitar alamnya acuh tak acuh memerdulikannya. Yang ada hanya lirikan waktu berbutir ‘kapan berakhir?’ dan ‘kapan berakhir?’ . Di pojok kelas sempit dia melirik satu per satu manusia yang diujinya kala itu. wajah lusuh sungguh tak menjadi halangan untuk berjuang demi kelas yang penuh dengan sejarah pelangi dahulu. Sekarang, isinya mulai ambruk, nyawa-nyawa mereka hanya sebagai syarat dari gerakan mereka. Perasaan hanya sekedar kata-kata yang dilestarikan, bukan perilaku yang hendak dibudayakan,. Sebab itu, sekarang dia berusaha keras menyatukan urat-urat persatuan itu, meski gagal masih selalu terulur.
Kali ini setidaknya dia berhasil dalam usahanya membuat ujian untuk menguji persatuan, walaupun hanya separuh dari harapan. Sebelum ujian itu terlaksanakan, dia sungguh berharap dua kemungkinan terjadi. Pertama, siswa/I akan mencontek demi interaksi dan kepedulian itu tumbuh, meski itu sebuah pelanggaran, namun itu suatu kewajiban bagi dirinya. Yang kedua, berharap tidak ada yang mencontek demi mematuhinya. Jelas, dengan gambaran kelas yang sama sekali tak berekspresi itu mengabulkan harapan ke dua. Dia benar-benar bingung dengan tingkah muridnya. Selama ia mengajar, tak ada seorang siswa pun yang tidak mencontek. Dia mengintrospeksikan dirinya, apa mungkin pengawasan ujian yang terlalu ketat membuat mereka tidak berani mencontek. Rasanya tidak!!! Hatinya tak mampu lagi menahan beban tak terketahui, dia merasa sakit yang tak terpahami karena itu adalah cara terakhir yang telah dicanangkannya dalam BRPnya,(Buku Rencana Persatuan), buku itu pemberian gurunya dulu ketika kelas mereka tak mampu dipecahkan hingga di buku tersebut hanya terdapat satu kalimat “Tak Perlu Direncanakan karena Mereka telah Merencanakan”. Buku  itu bertahan dengan kalimat itu tanpa dibubuhi setitik penapun hingga 9 tahun dari tamatannya di sekolah tersebut dengan jurusan sosialnya. Kini dia bekerja kembali di sekolah yang pernah membuat dia besar di kalangan beberapa masyarakat. Namun suasana jauh berbeda, cakrawala tak terbuka lagi, buta dengan warna pelangi, bisu dengan sandaran-sandaran kata. Tak mampu mendengar lagi laguan sendu yang pernah merangkai cerita penting. Hanya mengusik habitat lama yang utuh dalam satu pelukan. Hiks… sungguh bergeser semua hal dengan susunan rapinya.
Semangat membuat galaunya menjauh. Membuat ia selalu Nampak muda dalam keriput tua. Walau sibuk ia memikirkan cara untuk mengompakkan kelas social yang dipeganginya, namun mulutnya tak pernah berhenti mengunyah pinang muda yang tercampur sirih. Lebih nikmat dari pada menghisap tembakau, katanya. Ini dilakukan untuk memutar jalan pikirannya dalam menemukan pintu rahasia yang telah diciptakan Tuhan dalam hidupnya, karena katanya tiap permasalahan itu ada jalan keluar, maka inilah saat-saat ia mencari pintu. Hari ini detik terakhir dalam pencariannya, seorang siswa berkata dengan muka datar yang terpampang bahwa kita tak perlu memikirkan orang lain karena belum tentu orang lain memikirkan kita, setelah melihat sang pak tua yang terus berusaha memperhatikan mereka.  sang guru mulai mengembangkan senyumnya, lalu tiba-tiba senyum tipis itu berubah menjadi kesinisan yang perlahan mengajak kakinya menjauh dari hadapan dia. Langkah kaki yang beraturan menandakan pikirannya yang sedang berjalan. Lampu-lampu kreatif telah menyala dalam otaknya. Meski hari terakhir, ia yakin, kali ini keberhasilan akan berjabat dengannya. Namun nihil kembali  tak pernah bisa terbuang. Virusnya begitu kental.
            Allah Allah Allah…
lisan kini yang menjadi teman sejati. Harapan  6 bulan lalu memang tak untuk nyata. Pantasnya hanya membuat harapan baru, harapan bahwa ini semua hanya kejutan untuk cerita hidup abadi ke depan. Tak pernah bisa sanggup dibayangkan jika esok adalah akhirnya sementara mereka belum memberinya kejutan hingga nanti. Namun ia tak sanggup jika ia masih bertahan besok, dia akan terus memikirkan cara, cara dan cara. Ternyata memang hidup ini penuh pikiran.

Allah…
Allah…
Allah..
meski di tempat yang hampir berbeda dia terus menyebutkan nama itu.  dalam setiap lisan yang tergerak  dalam iringan nama tuhan, di situ ada doa yang dipanjatkan untuk mereka generasi tercinta. Kini, semangat makannya mulai menurun, namun semangat untuk terus hidup dan bersama mereka tak pernah terhenti dalam aliran darahnya. Seandainya ia dapat membagi, ia takkan pernah membagi ini pada seorangpun karena ia ingin hanya dia yang bersama mereka.
Ubun-ubun siswanya sekarang mulai resah. Otot-otot  bergerak tak beraturan. Melihat sang guru yang telah terlebelkan kebencian dalam hati mereka tak masuk sudah seminggu tanpa kabar yang terberitakan. Satu kesimpulan dalam sebuah keputusan bahwa menjenguknya adalah kabar yang akan didapat. Siswa yang berperan sebagai ketua kelas mengatur  semua sarana dan prasarananya.  Setelah semua usai, hal itu pun mulai terjalankan.
Walau sedang bersama-sama, tak ada ekspresi yang berubah pada wajah mereka, masih dingin pada satu sama lainnya meskipun sekarang telah berada di gerbang si guru tua. Suara langkah yang sangat pelan dan sekilas membayang pada lantai membuat mereka berhipotesa bahwa beliau mulai beranjak ke arah mereka. Tepat!!! Beliau adalah seorang lanjut usia, namun senyumnya masih terlihat ikhlas meski giginya telah berkata selamat tinggal pada gusinya.
“kalian bukan mencari saya. Kalian pasti mencari suami saya. Sekarang beliau sedang di luar negeri karena kemarin ada suatu lembaga pekerjaan yang memanggil beliau untuk bekerja di sana. Alhamdulillah… akhirnya beliau bisa membuahkan sejarah baru dalam hidupnya meski di luar sana.” Jelasnya.
“kapan beliau kembali?” ketua kelas angkat bicara.
“kurang tau. Sepertinya kami akan menetap di sana.”
Dengan sigap, seorang siswa yang pernah membuat pak tua tersenyum tipis hingga berubah sinis itu mengeluarkan kamera dari tasnya. Dia menyuruh merapat semua anggota yang ada di sana. Setelah waktunya di setel, dia menaruh kamera di depan dan berpose dengan senyum mengembang seolah penuh kekompakan. setelah dua jam berlalu dari waktu-waktu mereka, akhirnya ia memberikan selembar gambar itu pada sang istri pak tua. Berharap akan dipajang dan sang guru tua akan tau dengan hal itu

“katakan padanya, kami semua sebenarnya saling sayang, kami saling ngerti. Namun kami tak ingin menampakkan pada siapapun. Biar hati kami yang tau. Kami bukan tak mau jujur, kami telah jujur dalam laku kami saja.” Ujarnya.
“sebenarnya kami saling berjabat, jari-jari kami erat dalam selaannya walau itu hanya dalam batin hayalan. Sebenarnya kami sayang, namun rasanya gak mungkin kami katakan karena nanti akan menjadi beban untuknya. Ketika dia tahu kami menyayanginya, maka ia akan terus berlaku agar tak satupun hal yang dilakukan olehnya mengecewakan kami. Kami tak mau dia terperangkap dalam rasa sayang kami. Sampaikan salam untuknya. Katakan pelanginya tak akan pudar. Socialnya akan selalu di depan. Sesungguhnya namanya ada di setiap sela jari kami…”

Semua hanya kejutan semata…… entah ada makhluk bening yang menetes kala itu entah senyum paksa dan pastinya tak bahagia.