Sabtu, 09 November 2013

Cerpen siswa



Hingga Kau Memijak Jejakku
            1992…
Merekahnya hari ini bukan berarti kau juga harus merekah pergi dari hidupku.  Ingat oktober lalu yang mengisahkan tentang indahnya perasaan? Namun mungkin kita tidak halal dalam berperasaan yang berlebihan untuk itu. Seperti yang ku tahu, penyimpangan terbesar jika ku lakukan itu karena aku masih jadi manusia yang dikaruniai hati oleh Nya. Mustahil jika ku abaikan hatinya untuk mu. Dia siapa? Yang jelas dia lebih dulu melukis nama di hatimu walaupun sebenarnya persemian itu lebih dulu aku. Ah, apalah, aku hanya seorang ukhti yang terus menyandang kerudung indah dengan seringnya bersenandung kidungNya, dengan senyuman yang lebar dan cuek terhadap mereka si penggoda tak jelas. Hm….., andaikan itu semua “iya”, bukan sekedar sketsa cita-cita…
                Keanggunan yang ku pamerkan selama ini berhasil memikat hati hamba Tuhan yang telah memikat hatiku juga padanya. Dia sering memperhatikanku dan aku merasakannya,namun semua itu mungkin tak ku balas secara langsung, karena dia belum tentu yang terakhir untukku. Aku bukan tipikal makhluk yang tak berprinsip, bahkan aku adalah makhluk yang terlalu berprinsip. Aku sadar setelah ini semua terjadi. Setelah keindahan oktober berlalu…
                Mading Fakultas Tarbiyah menjadi saksi bisu pertemuanku dengan dia. Dia mengenakan kemeja hitam dengan jeans ponggol kesukaan ku. Aku seperti biasa, jilbab biru menjadi favourite ketika ku bertemu dengan dia, itu warna kesukaannya. Dengan penuh keyakinan ku tatap matanya sekilas, dia mengatakan ‘Aku Sayang Kamu, Riela..’. tak bisa ku pungkiri perasaanku waktu itu. Aku juga sayang dia. Namun aku tak ingin melangkahi prinsipku, aku tak akan pernah berpacaran dengan satu orangpun, kecuali dia suamiku. Di balik jilbab biru, rambutku mengayun-ayun lembut dengan sentuhan manja angin. Seketika hatiku benar-benar tegang. Apa yang harus ku katakan? Apa aku harus berkata jujur atau mengalihkan pembicaraan. Mataku berkedip beberapa kali, untuk kali yang terakhir tak sengaja ku keluarkan air mata. Aku takut dengan ini semua, usiaku yang sudah 25 tahun rasanya bukan usia yang harus berpikir lebih panjang lagi untuk mempunyai seorang pendamping. Sementara dia yang menyatakan perasaannya barusan, telah lumayan mapan dalam segi kepemimpinannya. Apa yang harus ku buat? Batinku bergejolak tak henti. Sejenak, kuberbalik badan dan ku usap air mata hingga tak berbekas. Mudah-mudahan dia tidak mengetahui hal itu.
“Riela, gimana? Boleh kan aku sayang sama kamu?” katanya tiba-tiba mengejutkan batinku yang sejak tadi asyik dengan lamunan pertimbangan terhadap perasaannya.
“eum… terserah kamu, itu terserah pribadi kamu. Lebih baik kamu sayang sama aku kan dari pada kamu benci sama aku?” ujarku. Kemudian kami tertawa. Tawaan itu? Semakin meyakinkanku untuk kebersamaan kami. Aku tak bisa mengelak dari tumpukan perasaan ini yang terus membebaniku.Tiba-tiba aku mengalihkan pembicaraan ini, aku mencoba memfokuskan diri untuk berbicara masalah IP kami. Tak penting sih sebenarnya, namun hanya untuk menghangatkan kembali suasana.aku tak peduli dengan apa yang ada di benaknya saat itu, yang jelas aku ingin lepas dari pernyataan yang menggunung tiba-tiba dan tak tau di mana lembahnya. L
                Malam ini ingatanku tak mau minggat dari namanya, Rendra…, seakan-akan terus menyebut-nyebut namanya.kembali otak ini memutar sejarah bersamanya ketika pertama kali dia mengatakan aku sayang kamu, pernyataan aku sayang kamu di depan mading tarbiyah bukanlah yang pertama. Oleh sebab itulah mengapa aku merasa sangat bersalah. Aku tidak pernah menjawab apapun yang menyinggung hal itu sekalipun. Aku tak mau tahu dengan perasaan dia, aku juga tak mau tau apa aku menggantungnya atau tidak, yang jelas pengalihan pembicaraan selalu ku lakukan, bahkan ini semua sudah berlangsung selama kira-kira sebulan. Rendra.., aku ingin mala mini malam terakhirku untuk mengingat terus namamu. Tak ingin jiwaku tersiksa hanya karena perasaan terpendam yang ku pelihara L
                Masih malam ini. Ku harap ini untuk terakhir kalinya bertuliskan  ‘Rendra, memanggil’ di layar N73 ku. Aku menjawab teleponnya layaknya biasanya. Aku bahkan berharap ini semua kan biasa saja, aku tak ingin Rendra membahas masalah perasaan. Muak!!!. Alhamdulillah, harapan ku terkabul. Rendra tak membahas itu. Namun sedikit membuat aku syok saat berita barusan Rendra ditemukan setelah tenggelam 6 jam yang lalu dan saat ini Rendra di RSU kota Sabang. Oh.. aku ingat, tadi katanya dia pergi berenang dengan kawannya sepulang dari pertemuan kami tadi.  Ah… ada-ada saja yang di nbuat olehnya. Ku buang rasa khawatirku yang berlebihan itu dan aku coba menjenguknya ke RS. Kali ini, aku tak mengeluarkan setitik air mata pun. Ku rasa, mata ini telah lelah menangisi dia. Dia sudah sadar, namun masih setengah sadar. Kakinya cedera, sepertinya dia mengalami retak tulang. Sedikit yang membuat ku terharu saat dia memanggil nama Riela. Aku di sampingmu.
                Akhirnya aku benar-benar bebas, aku tak lagi di haling-halangi wajahnya ketika ke kampus. Namun aku jera. Bayangannya tetap saja mendera. Sudah seminggu dia di RS. Dan hari ini membuat aku menangis ketika aku mendengar dia koma.  Apa yang harus ku perbuat? Padahal kemarin dia sudah baik-baik saja. Tiba-tiba, kata-kata aku sayang kamu terlintas di kepalaku. Aku menyerahkan semua ini pada Ilahi. Apa yang sebaiknya kau lakukan? Aku bergegas ke RS dan memandangnya lekat dari balik pintu ICU. Hatiku meneriakkkan aku juga sayang kamu, cepat sembuh. Meski lidah ini kelu tak mampu berbicara itu pada dirinya, ku harap dia bisa mendengar isi hatiku untuk kali ini saja. Aku bena-benar terpukul sekarang. Entah aku menyesal entah tidak. Sepulang aku dari RS, tak hentinya aku panjatkan do untuknya, aku terus-terusan memohon kepada Rabbi agar kesembuhan cepat menghampirinya. Aku bernazar untuknya dan segala upaya aku lakukan untuk kesembuhannya. Suatu hari, aku benar-benar terharu saat mendengar dia telah keluar dr RS yang telah memenjarakannya selam kurang lebih 2 bulan. Dalam waktu 2 bulan itu, aku hanya menjenguknya 2 kali, pertama kau tau dan sewaktu dia koma. Selainnya? Aku tak sanggup.
                Hari ini aku bertemu dengannya. Tak pernah ku sangka AC RS Sabang telah mencuci otaknya. Kenapa bisa tiba-tiba dia mengenalkanku dengan seorang gadis. Aku tak tau gadis itu siapa. Yang jelas aku merasa sangat marah ketika aku mulai berjabat tangan dengannya. Hancur semua perasaanku. Apa mungkin Rendra tak ingin lagi memikirkan perasaan dulu karena ketiadaan respon yang ku beri.ah.. aku memutuskan untuk membalas surat ayah yang seminggu lalu dikirimkannya,aku mengatakan iya dalam perjodohanku dengan Radit. Perasaan ku untuk Rendra sekarang benar-benar terbakar meteor kecemburuan tak jelas. Aku mengambil keputusan yang setengah bimbang hatiku. Semua menari-nari bebas semaunya saja. Entah dimana semuanya akan tenggelam dan entah dimana segalanya kan bermuara. Yang jelas, kini ku temukan yang ku cari. Aku tak ingin menanti lagi seperti dulu. Teringat lagi kala ku mendoakannya, kala ku menangis untuknya, kala ku berduka karenanya. Kecewa…, karena tiba-tiba saja surya mengabari ku hal yang menghancurkan segalanya. Huf, aku tak ingin kenal lagi dengann perawatan cinta untuknya. Aku yang bernazar untuk kesehatannya, namun kenyataan dia lebih memerdulikan si gadis yang buat hatiku keropos tiba-tiba.
                Ku sodorkan lembaran undangan biru untuk Rendra.  Dia terkejut setelah membuka dan membaca tulisannya, Riela dan Radit. Dia dengan sigap dan cekatnya mengambil tanganku dan berjabat erat. Jujur, selama ini Rendra tak pernah menyentuh tanganku, dia begitu menjaga. Dan ini kali pertama. Aku ingin mendengar kata selamat dari dia, tapi tak dia ucapkan. Aku berharap Rendra tak sakit dengan ini semua hingga tiba hari kebahagiannku. Namun entah iya itu hari bahagia? Aku pun bingung, mungkinkah hanya sekedar pelampiasan cemburu? Rendra tak kan tau ini semua. Bahkan dia takkan tau aku pernah sayang padanya. Ini adalah deritanya, kenapa dia tidak menjaga poerasaanku yang selama dua bulan ini sengaja ku jaga untuk dia? Apapun yang terjadi, aku tunggu Rendra bisa memijak jejakku ini. Jejak seorang muslimah yang telah lelah bertahan dalam balutan rasa penuh misteri. Apa jadiku sekarang? RENDRA! Entah di hati bagian mana dia! Suamiku, entahlah!

karya: Radhia Humaira (XII IPS GG)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar